Hotspotsultra.com - Muna, Sulawesi Tenggara - Dua warga tewas dan satu lainnya selamat dalam insiden tabrakan antara sebuah tongkang dan longboat milik warga di Perairan Tampo, Kabupaten Muna, Sabtu (18/10) sore. Peristiwa ini kembali menegaskan rapuhnya standar keselamatan pelayaran di wilayah Sulawesi Tenggara, sekaligus memunculkan dugaan adanya unsur kelalaian dari pihak awak kapal tongkang.
Insiden bermula ketika longboat mengalami mati mesin sesaat setelah memotong jalur di antara tugboat dan tongkang. Dalam hitungan detik, perahu kecil tersebut tersangkut pada tali penarik tongkang dan berada tepat di garis lintasan kapal, sehingga tidak memiliki ruang untuk melakukan manuver penyelamatan.
Kasubdit Gakkum Ditpolairud Polda Sultra, AKBP Tendri Wardi, mengonfirmasi bahwa longboat sempat memotong jalur tugboat-tongkang. “Video dari ABK memperlihatkan longboat memotong jalur sebelum insiden terjadi,” ujarnya. Namun pernyataan ini menuai reaksi keras dari publik yang menilai aparat terlalu dini menyimpulkan penyebab kecelakaan tanpa menelusuri kronologi secara utuh.
Ketua Aliansi Rakyat Pemerhati Keadilan Sultra (ARPEKA), Zaldin Muna Timur, menilai terdapat sejumlah kejanggalan dalam insiden tersebut. Ia menegaskan bahwa narasi yang berkembang justru berpotensi membalikkan fakta.
“Dua warga meninggal. Tidak boleh serta-merta menyalahkan masyarakat. Dalam rekaman video terlihat, ketika longboat tersangkut tali tongkang, nahkoda maupun ABK tidak melakukan upaya manuver penyelamatan,” tegasnya.
Zaldin menambahkan bahwa ketika para korban melompat ke laut, tidak tampak tindakan darurat dari pihak tongkang seperti memperlambat laju, berhenti, ataupun memberikan pertolongan. Justru terlihat ABK tetap merekam kejadian tersebut tanpa menunjukkan upaya penyelamatan.
ARPEKA menduga kuat adanya kelalaian keselamatan manusia (human safety negligence), bahkan tidak menutup kemungkinan adanya unsur kesengajaan untuk tidak memberikan pertolongan. Sikap pasif ABK, menurut ARPEKA, menjadi indikasi yang perlu diperiksa secara mendalam.
“Kami mencium adanya rasa kesal dari pihak kapal karena longboat dianggap mengganggu jalur tongkang. Namun apa pun alasannya, keselamatan manusia adalah prioritas dan tidak boleh diabaikan,” sambungnya.
Secara hukum, peristiwa ini berpotensi menyeret pihak tongkang pada Pasal 359 KUHP mengenai kelalaian yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang. Selain itu, Pasal 302 Undang-Undang Pelayaran Nomor 17 Tahun 2008 mewajibkan nakhoda memberikan pertolongan kepada manusia yang menghadapi bahaya di laut. Peraturan Menteri Perhubungan PM 25/2012 juga menegaskan kewajiban kapal untuk memperlambat atau berhenti ketika situasi darurat terjadi.
Jika terbukti lalai, nahkoda maupun ABK tongkang dapat dikenakan sanksi pidana serta sanksi administratif sesuai ketentuan perundang-undangan.
ARPEKA mendesak Ditpolairud, Syahbandar, dan instansi teknis terkait melakukan investigasi menyeluruh dan objektif. Pemeriksaan diminta tidak hanya bertumpu pada satu rekaman video, tetapi juga mencakup kecepatan kapal, jarak pandang, SOP komunikasi, hingga ada atau tidaknya peringatan sebelum tabrakan terjadi.
Masyarakat Muna kini menantikan hasil penyelidikan yang transparan dan akuntabel. Dua nyawa telah melayang, dan tragedi ini tidak boleh direduksi sebagai kecelakaan biasa. Publik menunggu jawaban terkait pihak yang lalai, siapa yang bertanggung jawab, dan bagaimana insiden fatal ini dapat terjadi di jalur pelayaran Muna.
Catatan:
Sampai berita ini diterbitkan, awak media masih berupaya mengonfirmasi pihak terkait demi menjaga keberimbangan informasi dan memberikan ruang hak jawab.



Tidak ada komentar