Konawe - hotspotsultra.com - Penyelidikan kasus dugaan penyimpangan dana hibah yang ditangani Kejaksaan Negeri (Kejari) Konawe kembali menuai kritik. Lembaga Intelektual Demokrasi Indonesia (LIDIK) Sultra Jakarta menilai adanya kejanggalan dalam proses penyidikan, khususnya terkait alasan Kejari yang menyebut belum dapat menetapkan tersangka karena menunggu hasil audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara (PKKN).
Direktur Eksekutif LIDIK Sultra Jakarta, Robby Anggara, menegaskan bahwa alasan tersebut tidak relevan dan berpotensi memperlambat penyidikan. Menurutnya, alat bukti permulaan yang telah dikantongi penyidik sudah lebih dari cukup untuk meningkatkan status perkara.
“Kami meminta Kejari Konawe berhenti menyampaikan pernyataan spekulatif yang seolah-olah berada di ujung penetapan tersangka, padahal tidak ada progres konkret,” ujar Robby saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (20/11/2025).
Penetapan Tersangka Tidak Mensyaratkan PKKN
Robby menjelaskan bahwa secara hukum, penetapan tersangka tidak memerlukan audit PKKN terlebih dahulu. Hal tersebut telah dipertegas dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014, serta UU Tipikor Pasal 2 dan Pasal 3, yang menyebut bahwa dua alat bukti permulaan yang cukup sudah memadai untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka.
“PKKN itu memperkuat dakwaan, bukan syarat awal menetapkan tersangka. Menunggu angka kerugian negara hanyalah celah klasik untuk buying time,” tegasnya.
LIDIK Klaim Miliki Bukti Transaksi Komisioner KPU Konut
Lebih jauh, LIDIK Sultra mengungkap bahwa pihaknya telah mengantongi bukti investigatif, termasuk rekam transaksi keuangan lima komisioner KPU Konawe Utara yang dinilai tidak lazim. Bukti tersebut bahkan telah diberikan kepada DKPP sebagai dasar pembukaan sidang etik.
“Jika lembaga etik saja sudah kami berikan bukti transaksi, mengapa Kejari yang memiliki kewenangan pro justicia justru tampak lumpuh? Ada apa sebenarnya?” kata Robby.
Kecurigaan Tarik-Ulur dan Potensi Kompromi
LIDIK Sultra menyatakan mendeteksi adanya gelagat ketidakberesan dalam proses penyidikan. Menurut Robby, Kejari Konawe tampak berlindung di balik alasan prosedural “menunggu audit PKKN” yang justru menimbulkan kekhawatiran publik.
“Kami mengingatkan Kejari Konawe agar tidak bermain di area abu-abu. Setiap keterlambatan akan dibaca publik sebagai upaya masuk angin,” ujarnya.
LIDIK juga mempertanyakan narasi Kejari Konawe yang berulang kali menyatakan bahwa penyidikan “hampir rampung dan segera menetapkan tersangka”, namun realisasinya tak kunjung terlihat.
Audit PKKN Dinilai Berpotensi Dipolitisasi
Menurut LIDIK, pernyataan penyidik yang lebih dulu menyebut adanya potensi kerugian negara sebelum audit selesai dapat mengancam independensi auditor.
“Ketika auditor bekerja setelah penyidik mengumumkan potensi kerugian, maka ruang objektivitas jelas terancam. Audit bisa berubah menjadi formalitas pembenaran penyidikan,” jelas Robby.
Ia menyebut pola seperti ini merupakan skema tarik-ulur klasik yang kerap terjadi dalam penanganan perkara korupsi di tingkat daerah.
Jumlah Saksi Tidak Mencerminkan Kemajuan Penyidikan
LIDIK Sultra juga menyoroti pernyataan Kejari Konawe yang menonjolkan pemeriksaan terhadap 15 saksi. Menurut mereka, hal tersebut hanya membangun persepsi seolah penyidikan telah masuk tahap krusial.
“Banyaknya saksi tidak berbanding lurus dengan tingkat kesalahan. Bahkan dalam beberapa kasus, keterangan saksi bisa meringankan atau mengaburkan fakta,” tambah Robby.
Ia menegaskan bahwa inti perkara terletak pada aliran dana, transaksi mencurigakan, dan hasil audit internal Inspektorat KPU RI. yang menurutnya belum pernah disampaikan secara terbuka oleh penyidik.
LIDIK Minta Kejari Fokus pada Alat Bukti
Menutup keterangannya, Robby meminta Kejari Konawe untuk tidak berlindung di balik retorika prosedural dan memastikan penegakan hukum berjalan berdasarkan alat bukti yang objektif.
“Yang harus diperjelas ke publik adalah apakah alat bukti utama telah diuji, bukan sekadar berapa banyak saksi yang dipanggil.”
LIDIK Sultra menegaskan bahwa kualitas bukti lebih penting daripada sekadar kuantitas pemeriksaan, terutama dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi.



Tidak ada komentar