Halaman

    Social Items

Visit Namina Blog


Opini: ASN Harus Fokus, Jangan Rangkap Jabatan di BPD Desa

Oleh: (Zulkarnain,SH) 


Dalam sistem pemerintahan yang ideal, setiap aparatur negara semestinya bekerja sesuai dengan batas kewenangan dan tanggung jawabnya. Namun, dalam praktik di lapangan, masih kerap dijumpai Aparatur Sipil Negara (ASN) yang merangkap jabatan sebagai Ketua atau Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Di kabupaten konawe, Fenomena ini bukan hanya menyalahi aturan, tetapi juga berpotensi merusak tatanan birokrasi dan tata kelola pemerintahan desa. 


Larangan ASN menjadi pengurus BPD sebenarnya sudah sangat jelas diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN dan di ubah menjadi undang - undang no. 20 tahun 2023 dan Permendagri Nomor 110 Tahun 2016 tentang BPD. Regulasi ini menegaskan bahwa anggota BPD berasal dari unsur masyarakat desa yang tidak sedang menjabat sebagai perangkat desa, ASN, TNI, atau Polri. Dengan kata lain, ASN tidak boleh sekaligus memegang peran politik representatif di desa.


Mengapa larangan ini penting?

Pertama, ASN adalah pelaksana kebijakan publik, bukan pembuat kebijakan di tingkat masyarakat desa. ASN dituntut untuk bersikap netral, profesional, dan fokus pada tugas instansinya. Ketika seorang ASN duduk sebagai anggota BPD, maka ia akan berada dalam posisi yang berpotensi menimbulkan conflict of interest di satu sisi sebagai pelaksana kebijakan, di sisi lain sebagai pengawas atau pengambil keputusan di desa.


Kedua, rangkapan jabatan ini merusak prinsip netralitas ASN. Dalam konteks pemerintahan desa, BPD seringkali bersentuhan langsung dengan proses politik lokal seperti musyawarah desa, penyusunan peraturan desa, dan penyaluran aspirasi masyarakat. ASN yang terlibat di dalamnya bisa saja memanfaatkan posisinya untuk kepentingan pribadi atau kelompok, yang tentu bertentangan dengan etika birokrasi.


Ketiga, dampaknya terhadap kemandirian desa. BPD adalah representasi rakyat desa, bukan perpanjangan tangan birokrasi pemerintah. Jika jabatan itu diisi oleh ASN, maka suara masyarakat bisa kehilangan kemandiriannya. Desa justru menjadi semakin tergantung dan kurang kritis terhadap kebijakan pemerintah daerah.


Sudah seharusnya, setiap ASN memahami bahwa menjadi pelayan publik berarti bekerja secara profesional sesuai bidangnya. Bila memiliki niat mengabdi di desa, ASN dapat melakukannya lewat jalur yang sesuai, misalnya pembinaan, pendampingan, atau program kemitraan antar instansi, tanpa harus menduduki posisi formal di BPD.


Penegakan aturan oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) bersama BKPSDM sangat penting dilakukan. Bukan untuk mempersulit ASN, melainkan untuk menjaga marwah profesionalitas dan keadilan dalam sistem pemerintahan.


Pada akhirnya, menjaga batas antara ASN dan BPD bukan semata urusan regulasi, tetapi juga komitmen moral dan etika jabatan. ASN yang profesional akan sadar bahwa pengabdian terbaik bukan diukur dari banyaknya jabatan yang dipegang, melainkan dari seberapa baik ia menunaikan tanggung jawabnya sesuai peran yang dipercayakan negara.



Refrerensi Pembelajaran :

⚖️ Dasar Hukum Larangan ASN Rangkap Jabatan sebagai BPD

ASN dilarang menjadi anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) karena bertentangan dengan:


1. UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan di ubah menjadi undang - undang no. 20 tahun 2023 

ASN wajib menjaga netralitas, profesionalitas, dan tidak boleh memiliki jabatan lain yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.

2. Permendagri No. 110 Tahun 2016 tentang BPD

Anggota BPD harus berasal dari unsur masyarakat desa, bukan ASN, TNI, Polri, atau perangkat desa.

3. PP No. 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil



❗ Jenis Pelanggaran

ASN yang merangkap jabatan sebagai Ketua atau Anggota BPD dianggap:

Melanggar disiplin pegawai

Melanggar prinsip netralitas dan profesionalitas

Berpotensi menimbulkan benturan kepentingan (conflict of interest)


🔨 Sanksi yang Dapat Dikenakan

Berdasarkan PP No. 94 Tahun 2021, ASN yang melanggar dapat dikenai sanksi disiplin sebagai berikut:


1. Sanksi Disiplin Sedang (Pasal 8):

Jika terbukti menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan di luar tugas negara

✅ Contoh sanksi:


Penundaan kenaikan gaji berkala

Penundaan kenaikan pangkat

Penurunan jabatan setingkat lebih rendah


2. Sanksi Disiplin Berat (Pasal 9):

Jika merangkap jabatan terbukti merusak integritas dan menurunkan martabat ASN

✅ Contoh sanksi:


Pembebasan dari jabatan

Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri

Pemberhentian dengan tidak hormat sebagai PNS



🔍 Tindak Lanjut Administratif

ASN yang terpilih atau ditunjuk sebagai BPD juga harus:


1. Mengundurkan diri dari jabatan ASN, atau

2. Menolak jabatan BPD, demi menjaga kepatuhan hukum

Jika tidak, pihak instansi dapat memberikan teguran tertulis hingga proses pemeriksaan oleh Inspektorat atau BKPSDM.



✅ Kesimpulan

✅ ASN dilarang menjadi anggota BPD Desa

✅ Jika melanggar, dapat dikenai sanksi disiplin sedang hingga berat

✅ Sanksi tergantung tingkat pelanggaran dan dampaknya terhadap tugas ASN

Opini : ASN Harus Fokus, Jangan Rangkap Jabatan di BPD Desa


Opini: ASN Harus Fokus, Jangan Rangkap Jabatan di BPD Desa

Oleh: (Zulkarnain,SH) 


Dalam sistem pemerintahan yang ideal, setiap aparatur negara semestinya bekerja sesuai dengan batas kewenangan dan tanggung jawabnya. Namun, dalam praktik di lapangan, masih kerap dijumpai Aparatur Sipil Negara (ASN) yang merangkap jabatan sebagai Ketua atau Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Di kabupaten konawe, Fenomena ini bukan hanya menyalahi aturan, tetapi juga berpotensi merusak tatanan birokrasi dan tata kelola pemerintahan desa. 


Larangan ASN menjadi pengurus BPD sebenarnya sudah sangat jelas diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN dan di ubah menjadi undang - undang no. 20 tahun 2023 dan Permendagri Nomor 110 Tahun 2016 tentang BPD. Regulasi ini menegaskan bahwa anggota BPD berasal dari unsur masyarakat desa yang tidak sedang menjabat sebagai perangkat desa, ASN, TNI, atau Polri. Dengan kata lain, ASN tidak boleh sekaligus memegang peran politik representatif di desa.


Mengapa larangan ini penting?

Pertama, ASN adalah pelaksana kebijakan publik, bukan pembuat kebijakan di tingkat masyarakat desa. ASN dituntut untuk bersikap netral, profesional, dan fokus pada tugas instansinya. Ketika seorang ASN duduk sebagai anggota BPD, maka ia akan berada dalam posisi yang berpotensi menimbulkan conflict of interest di satu sisi sebagai pelaksana kebijakan, di sisi lain sebagai pengawas atau pengambil keputusan di desa.


Kedua, rangkapan jabatan ini merusak prinsip netralitas ASN. Dalam konteks pemerintahan desa, BPD seringkali bersentuhan langsung dengan proses politik lokal seperti musyawarah desa, penyusunan peraturan desa, dan penyaluran aspirasi masyarakat. ASN yang terlibat di dalamnya bisa saja memanfaatkan posisinya untuk kepentingan pribadi atau kelompok, yang tentu bertentangan dengan etika birokrasi.


Ketiga, dampaknya terhadap kemandirian desa. BPD adalah representasi rakyat desa, bukan perpanjangan tangan birokrasi pemerintah. Jika jabatan itu diisi oleh ASN, maka suara masyarakat bisa kehilangan kemandiriannya. Desa justru menjadi semakin tergantung dan kurang kritis terhadap kebijakan pemerintah daerah.


Sudah seharusnya, setiap ASN memahami bahwa menjadi pelayan publik berarti bekerja secara profesional sesuai bidangnya. Bila memiliki niat mengabdi di desa, ASN dapat melakukannya lewat jalur yang sesuai, misalnya pembinaan, pendampingan, atau program kemitraan antar instansi, tanpa harus menduduki posisi formal di BPD.


Penegakan aturan oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) bersama BKPSDM sangat penting dilakukan. Bukan untuk mempersulit ASN, melainkan untuk menjaga marwah profesionalitas dan keadilan dalam sistem pemerintahan.


Pada akhirnya, menjaga batas antara ASN dan BPD bukan semata urusan regulasi, tetapi juga komitmen moral dan etika jabatan. ASN yang profesional akan sadar bahwa pengabdian terbaik bukan diukur dari banyaknya jabatan yang dipegang, melainkan dari seberapa baik ia menunaikan tanggung jawabnya sesuai peran yang dipercayakan negara.



Refrerensi Pembelajaran :

⚖️ Dasar Hukum Larangan ASN Rangkap Jabatan sebagai BPD

ASN dilarang menjadi anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) karena bertentangan dengan:


1. UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan di ubah menjadi undang - undang no. 20 tahun 2023 

ASN wajib menjaga netralitas, profesionalitas, dan tidak boleh memiliki jabatan lain yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.

2. Permendagri No. 110 Tahun 2016 tentang BPD

Anggota BPD harus berasal dari unsur masyarakat desa, bukan ASN, TNI, Polri, atau perangkat desa.

3. PP No. 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil



❗ Jenis Pelanggaran

ASN yang merangkap jabatan sebagai Ketua atau Anggota BPD dianggap:

Melanggar disiplin pegawai

Melanggar prinsip netralitas dan profesionalitas

Berpotensi menimbulkan benturan kepentingan (conflict of interest)


🔨 Sanksi yang Dapat Dikenakan

Berdasarkan PP No. 94 Tahun 2021, ASN yang melanggar dapat dikenai sanksi disiplin sebagai berikut:


1. Sanksi Disiplin Sedang (Pasal 8):

Jika terbukti menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan di luar tugas negara

✅ Contoh sanksi:


Penundaan kenaikan gaji berkala

Penundaan kenaikan pangkat

Penurunan jabatan setingkat lebih rendah


2. Sanksi Disiplin Berat (Pasal 9):

Jika merangkap jabatan terbukti merusak integritas dan menurunkan martabat ASN

✅ Contoh sanksi:


Pembebasan dari jabatan

Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri

Pemberhentian dengan tidak hormat sebagai PNS



🔍 Tindak Lanjut Administratif

ASN yang terpilih atau ditunjuk sebagai BPD juga harus:


1. Mengundurkan diri dari jabatan ASN, atau

2. Menolak jabatan BPD, demi menjaga kepatuhan hukum

Jika tidak, pihak instansi dapat memberikan teguran tertulis hingga proses pemeriksaan oleh Inspektorat atau BKPSDM.



✅ Kesimpulan

✅ ASN dilarang menjadi anggota BPD Desa

✅ Jika melanggar, dapat dikenai sanksi disiplin sedang hingga berat

✅ Sanksi tergantung tingkat pelanggaran dan dampaknya terhadap tugas ASN

Tidak ada komentar